Dalam sehari-hari, kadang kita berpikir bahwa kebohongan akan
membawa kita kepada keterpurukan yang sangat dalam. Namun tanpa kita sadari orang terdekat kita yang mungkin
saja dirasa tidak mungkin berbohong tetapi sering berbohong demi kebaikan kita.
Beruntung lah kalian yang masih memiliki keluarga yang utuh, orang tua yang
utuh. Namun pernahkah kalian membayangkan kehidupan orang lain yang mungkin
sudah tidak memiliki ayah, ibu, atau bahkan ke duanya.
9bulan lamanya ibu mengandung, tak
memperdulikan berat badannya naik, beratnya melakukan rutinitas sebagai ibu
rumah tangga, karna telah membayangkan wajah lugu, lucu kita saat kita lahir.
Setelah ibu mendengar tangisan kita saat kita lahir, saat itu pula ibu
meneteskan air mata kebahagiannya. Di peluknya kita, di ciuminya kita dengan
penuh kasih sayang, beban yang telah di jalani selama 9bulan terasa hilang
dengan kehadiran kita. Apa kita pernah berfikir sampai situ ?
Beruntunglah kalian yang mungkin terlahir di
keluarga yang utuh dan berada. Namun bayangkanlah apabila setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus
merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan yang tidak
menentu. Bayangkan keluarga yang tidak berkecukupan
bahkan untuk makan pun sulit. Ketika kita merasa lapar ibu pasti memberikan
porsi makannya untuk kita dan berkata : “makan saja, ibu tidak lapar”
Saat kita mulai ingin sekolah, ibu merasa
senang begitu bersemangatnya beliau untuk mempersiapkan segala kebutuhan kita.
Di mulai dari bahan untuk seragam, alat tulis, sepatu dan keperluan lainnya. Di
malam harinya ibu menjahit seragam kita dan ketika mengajaknya tidur dia
berkata : “tidur saja duluan, ibu belum cape”
Saat kita mulai beranjak remaja dengan
setumpuk keinginan yang sebenarnya tidak berguna ibu selalu berusaha mewujudkan
semua itu meskipun dengan susah payah dan harus mengorbankan banyak waktunya.
Namun ketika beliau menyuruh kita untuk sekedar membantunya sebentar kita malah
berkata : “ah, malas bu” tetapi ibu menjawab dengan penuh sabar : “ Ya sudah
ibu masih bisa mengerjakannya sendiri”
Setelah kita mulai beranjak dewasa dan menamatkan
sekolah, kita berharap dapat langsung mencari pekerjaan agar dapat membantu
biaya hidup keluarga namun ibu malah berkata : “ Kamu harus kuliah, kejarlah
cita-citamu, jadilah orang yang lebih baik dari ibu”
Setelah dewasa, saat kita sudah berusia
matang, memiliki pekerjaan yang mapan, dan mulai memperkenalkan calon
pendamping hidup, pasti ada keinginan untuk memberi sebagian penghasilan kita
kepada beliau, namun beliau berkata : “ Sudahlah, kau simpan saja uangnya untuk
bekal masa depanmu”
Semasa hidupnya samapai beliau akhirnya
menutup mata untuk selamanya apakah beliau pernah meminta kembali apa yang
telah ia berikan kepada kita ? Dari sepenggal
cerita diatas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan
ingin sekali mengucapkan : ? Terima kasih ibu ! ? Coba dipikir-pikir teman, Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan
waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat
ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita.
Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah.
Dan, apakah kita semua pernah
mencemaskan kabar dari orang tua kita? Cemas apakah orang tua kita sudah makan
atau belum? Cemas apakah orang tua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini
benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi. Di waktu kita masih
mempunyai kesempatan untuk membalas budi orang tua kita, lakukanlah yang
terbaik. Jangan sampai ada kata ?MENYESAL? di kemudian hari.
0 komentar:
Posting Komentar